Simbol Dewa Cinta dalam Pewayangan Jawa
Simbol Dewa Cinta dalam Pewayangan Jawa
Cinta adalah satu sifat yang khas, bagi makhluk hidup yang
berperasaan. Cinta tak akan ada pada kayu, batu dan makhluk yang mati. Manusia
memiliki segala sesuatu yang sesuai dengan tabi’atnya, lalu mereka cenderung mencintainya.
Tak mungkin ada cinta sebelum sesuatu itu dikenal atau dilihat.
Dalam pewayangan dikenal pasangan suami-istri yang merupakan
simbol cinta sejati yang dilambangkan dengan Bathara Wisnu-Dewi Sri dan Bathara
Kamajaya-Dewi Ratih.
Dalam Perspektif pewayangan, Bathara Wisnu dikenal sebagai
dewanya pemelihara jagad raya (memayu hayunin bawana), sedangkan Dewi Sri
sebagai pasanganya merupakan simbol wanita pendamping Bathara Wisnu. Dalam
konteks pewayangan pula, Bathara Wisnu menitis kepada raja-raja atau ksatria di
madyapada , yakni Prabu Harjunasasrabahu, Raja di Maespati, Sri Ramawijaya Raja
Ayodya, Sri Bathara Kresna Raja Dwarawati, dan Raden Arjuna (Panengahing
Pandhawa). Maka tak ayal pula, istri Prabu Harjunasasrabhu yaitu Dewi Citrawati
yang merupakan titisan Dewi Sri (Dewi Widowati). Demikian halnya istri Prabu
Ramawijaya, Dewi Shinta. Bahkan juga Dewi Sumbadra istri Raden Arjuna.
Sebagaimana dikisahkan dalam pewayangan, Prabu
Harjunasasrabahu (Raja Maespati) ketika mendapatkan dewi Citrawati yaitu
melalui sayembara perang para Raja yang melamar putri Negeri Magada. Ketika itu
Prabu Harjuna sedang menerima pasuwitannya Raden Sumantri. Maka, Sumantri
diperintahkan mengikuti sayembara perang atas nama Prabu Harjuna! Itulah
persyaratan bagi Sumantri yang akan mengabdi kepada Raja Binathara titisan
Bathara Wisnu.
Uniknya setelah Raden Sumantri berhasil mengalahkan seribu
raja dalam sayembara perang, ternyata ia tidak mau menyerahkan Dewi Citrawati
kepada Prabu Harjuna. Ia bahkan malah menantang Prabu Harjuna! Ia menyangka
setelah mengalahkan seribu raja,tentu, ia bisa mengalahkan Prabu Harjuna!
Tantangan Sumantri pun dilayani oleh Prabu Harjuna. Namun ibarat “Timun mungsuh
duren” -_- Raden Sumantri bukanlah tandingan Prabu Harjuna! Maka, mau tak mau, Raden
Sumantri harus menyerahkan Dewi Citrawati kepada Prabu Harjuna!
Setelah Dewi Citrawati hidup di Maespati, ternyata ia merasa
rindu terhadap Taman Sriwedari di negaranya, negara Magada! Maka, ia pun
meminta kepada sang suami agar Taman Sriwedari dipindahkan dari Magada ke
Maespati. Karena besar cintanya kepada sang istri, Prabu Harjuna menyanggupi
permintaan dari sang prameswari . Prabu Harjuna kemudian memberikan kesempatan
kepada Raden Sumantri jika ia masih menginginkan kepercayaan kepadanya, maka persyaratannya
harus bisa memindahkan Taman Sriwedari dari Negri Magada ke Maespati.
Raden Sumantri teringat kepada adiknya, Raden Sukasrana
walaupun fisiknya cebol dan berwajah raksasa, namun ia bisa melakukan
persyaratan muter taman tersebut. Maka ia segera menemui adiknya agar mau
memindahka taman Sriwedari dari Negeri Magada ke Maespati! Singkat cerita ,
Sukasrana telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun sayang,
setelah itu Sukasrana tewas di tangan kakaknya, Raden Sumantri lantaran ia menginginkan
suwita kepada Prabu Harjuna.
Dan, setelah persyaratan Prabu Harjuna terpenuhi, maka
pasuwitan Raden Sumantri diterima. Bahkan, Sumantri dinobatkan menjadi Patih
(orang kedua di Maespati) kemudian bergelar Patih Suwanda. Ia dikenal sebagai
seorang abdi yang telah berjasa besar dalam mengabdikan hidupnya kepada Prabu
Harjunasasrabahu.
Sedangkan, apabila kita melihat dari kisah Prabu Rama Wijaya
mendapatkan Dewi Shinta-pun melalui sayembara yaitu mengangkat Gandhewa panah
milik prabu Janaka di Negeri Mantili, ayahanda Dewi Shinta. Konon Gandhewa
panah tersebut pemberian dewa. Ketika sayembara dimulai, ternyata para raja dan
peserta sayembara tersebut sama sekali tak ada yang mampu mengangkatnya!
Terakhir giliran Raden Rama Wijaya dengan ringan mampu mengangkat Gandhewa
panah tersebut. Maka Raden Rama Wijaya berhasil mendapatkan Dewi Shinta,
titisan dewi Sri (Widawati).
Dalam perkembangan berikutnya, Dewi Shinta diculik oleh
Rahwana Raja (Prabu Dasamuka) dari Negeri Ngalengkadiraja. Akibat dari penculikan
itu maka terjadilah perang antara Ayodya dengan Negeri Ngalengkadiraja. Prabu
Rama dibantu oleh para prajurit wanara pimpinan prabu Sugriwa sedangkan Prabu
Dasamuka dibantu oleh wadya bala para raksasa! Dan sebelum meletusnya perang
muncullah sosok kera putih yaitu Raden Anoman yang merupakan putra Dewi Anjani
yang ingin mengabdi kepada Prabu Rama Wijaya. Dan Anoman inilah yang menjadi
salah satu kekuatan Prabu Rama yang mampu merobohkan garda terdepan pasukan
Ngalengkadiraja yang dipimpin Prabu Dasamuka yang dikenal angkara murka!
Lain halnya dengan kisah Bathara Kamajaya dan Bathari Ratih.
Hyang Wisnu pernah menjadi Raja di Kerajaan Purwacarita, bergelar Sri Maharaja
Budakresna. Hyang Wisnu bisa ber-triwikrama sehingga badannya berubah menjadi
raksasa yang besar sekali. Ia juga mempunnyai senjata yang sakti mandraguna,
yaitu senjata Cakra dan Kembang Wijayakusuma. Raja titisan Bathara Wisnu
seperti Prabu Harjunasasrabahu dan Prabu Sri Bathara Kresna dikenal bisa
bertriwikrama menjadi raksasa sebesar gunung. Demikian halnya dengan senjata
Cakra dan Kembang Wijayakusuma juga diwarisi oleh titisan Bathara Wisnu. Sementara, Bathara
Kamajaya adalah putra Hyang Ismaya. Ia adalah Dewa Cinta. Parasnya yang tampan
dan elok benar-benar serasi dengan pasangannya. Dewi Ratih, keduanya lambang
pasangan cinta yang abadi . Dewa-dewi itu selalu menjaga keselamatan dan
kesenangan manusia, agar hidup rukun, damai, dan saling mencintai sebagai
suami-istri.
Dalam pewayangan digambarkan Bathara Kamajaya dan Bathari
Ratih menjaga kembar mayang kencana, kayu klepu dewandaru, dan gamelan
lokananta di surga. Maka dalam suatu peristiwa ketika Raden Arjuna akan kawin
dengan persyaratan seperti di atas , Arjuna meminjam kepada Bathara Kamajaya .
setelah meminjam semua persyaratan dari Bathara Kamajaya, Arjuna bisa
melangsungkan perkawinan dengan banyak wanita cantik. Arjuna memang sebagai
simbol lelananing jagad.
Kadang-kadang Bathara
Kamajaya dan Dewi Ratih menyamar sebagai raksasa untuk menggoda tapa brata
Arjuna. Atau keduanya sering menemui Arjuna, jika ksatria tersebut sedang dalam
kesulitan atau mengalami mara bahaya. Semua itu merupakan sebagai bentuk kasih
sayang yang tulus kepada Arjuna.
Dalam macapat unsur-unsur cinta ada pada tembang Asmarandhana seperti ;
Gegaraning wong akrami
(penguat dalam pernikahan)
Dudu bandha dudu rupa
(bukan harta atau fisik)
Amung ati pawitané
(tetapi hatilah modal utamanya)
Luput pisan kena pisan
(sekali jadi, jadi selamanya)
Lamun gampang luwih gampang
(jika mudah, semakin gampang)
Lamun angèl, angèl kalangkung
(jika sulit, sulitnya bukan main)
Tan kena tinumbas arta
(tak bisa ditebus dengan harta)
(penguat dalam pernikahan)
Dudu bandha dudu rupa
(bukan harta atau fisik)
Amung ati pawitané
(tetapi hatilah modal utamanya)
Luput pisan kena pisan
(sekali jadi, jadi selamanya)
Lamun gampang luwih gampang
(jika mudah, semakin gampang)
Lamun angèl, angèl kalangkung
(jika sulit, sulitnya bukan main)
Tan kena tinumbas arta
(tak bisa ditebus dengan harta)
sumber :
Cakramanggiling karya Wawan Susetya
Dhalang,Wayang dan Gamelan, Penerbit Narasi Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar